Teori Aplikasi Green
>> Rabu, 23 September 2009
by : Indri MOHSE
Sejauh ini sudah banyak model yang dikembangkan untuk meneliti faktor – faktor apa saja yang berperan dalam perilaku sesorang (Donabedian & Rosenfeld, 1972;Bices & White, 1969, Mac Kinlay & Babchuck, 18972; Andersen, 1968; Shortell, 1980; Aday, 1989). Dari sekian banyak model, Green, Andersen, Alun, & Aday menggunakan model dasar yang sama yaitu adanya komponen predisposing, komponen enabling dan komponen reinfocing (komponen need pada model Andersen). Adapun mdel ini disebut juga model penentu siklus kehidupan (life cycle determinants model or behavioral model). Di dalam model ini keputusan seseorang untuk bertindak atau melakukan sesuatu bergantung kepada tiga faktor yakni : predisposing, enabling, reinforcing. Sepertinya halnya penelitian yang dilakukan oleh Nicole Dedobbeleer and Pearl German dalam melihat praktek – praktek keselamatan kerja (safety practices) pada pekerja di bidang konstruksi di Amerika tahun 1987 dengan menggunakan model pendekatan diagnostic (diagnostic approach) dari Green, dimana sang peneliti membuat hipotesis kerja bahwa perilaku keselamatan pekerja tergantung dari faktor predisposing, enabling dan faktor reinforcing (Journal of Occupational Medicine, 1987). Dari hasil penelitian ditemukan bahwa perilaku serta performance pekerja dalam kaitannya dengan keselamatan berhubungan erat atau sangat dipengaruhi oleh sikap dan umur pekerja (faktor predisposing). Tidak ditemukan hubungan yang signifikan anatra pelatihan tentang keselamatan (safety training) dan safety meeting (factor enabling) dengan perilaku keselamatan pekerja. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan/perilaku seseorang (Notoatmodjo, 1990). Cara mengukur pengetahuan seseorang menurut Bloom dan Skinner belum tergambar secara langsung karena adanya secara langsung karena hanya merupakan reaksi dari stimulus dapat berupa pertanyaan baik lisan maupun tulisan. Pertanyaan yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan secara umum dikelompokkan menjadi dua jenis yaitu pertanyaan subyektif dan pertanyaan obyektif (Gronlund, 1968). Menurut Grounlund, dari kedua jenis pertanyaan, hanya pertanyaan obyektif (pilihan berganda) yang lebih disukai karena pertanyaan ini dapat dinilai secara pasti oleh responden dan dapat disesuaikan dengan pengetahuan yang akan diukur serta lebih mudah untuk dinilai. Menurut Notoatmodjo 1990, yang dimaksud dengan pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Adapun pengetahuan dapat diperoleh melalui pendidikan formal seperti SD, SMP, SMA, maupun Perguruan Tinggi, termasuk di dalamnya juga intra kulikuler dan ekstra kulikuler. Disamping itu, pengetahuan dapat juga didapat dari orang lain lewat panca indra-nya, langsung maupun tidak langsung melalui alat-alat media cetak maupun elektronik lainnya. Penjelasan oleh Sprinthal 1981 (seperti yang dikutip dari pendapat Skinner) bila seseorang dapat menjawab pertanyaan – pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar dan jelas baik secara tertulis ataupun lisan, maka dapat dikatakan orang tersebut mengerti bidang tersebut. Jawaban – jawaban yang diberikan orang tersebut disebut pengetahuan (knowledge). Pengetahuan adalah pemberian bukti oleh orang tertentu melalui proses pengingatan atau pengenalan (recalling atau recognition) suatu informasi, ide ataupun fenomena yang pernah diperoleh (Bloom, 1975)
Selain digunakan pada pelatihan pada industri konstruksi di atas, Model Green ini juga sudah digunakan di kalangan praktisi kesehatan maupun non kesehatan untuk menganalisa perilaku suatu populasi. Antara lain dalam rangka mengetahui perilaku pencarian pelayanan kesehatan oleh masyarakat di suatu desa, atau juga dalam menguji/mengevaluasi suatu program kesehatan.
Lebih lanjut didapatkan dari diagnosis perilaku (behavioral diagnosis) yang dilakukan oleh Green masalah kesehatan disebabkan oleh adanya faktor perilaku dan faktor non perilaku, yang ternyata setelah dilakukan pendekatan diagnosis pendidikan terhadap faktor – faktor perilaku tadi, serta dilakukannya penelitian secara terus – menerus (cumulative research on health behaviour) perilaku kesehatan diidentifikasi dipengaruhi oleh adanya tiga faktor, yakni faktor predisposing, faktor enabling, dan faktor reinforcing. Sampai saat ini kerangka kerja Green lebih dikenal dengan adanya ketiga faktor di atas (Green, 1980).
Aplikasi kerangka kerja tersebut idealnya pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
• Faktor Predisposisi (Predisposing Factors), yaitu faktor – faktor yang berasal dari diri manusia itu sendiri meliputi antara lain pengetahuan, sikap & persepsi). Dalam hal ini variabelnya meliputi Pengetahuan pengguna tentang bahaya perlintasan kereta, hal-hal yang dilakukan saat melintasi perlintasan kereta, jenis rambu/tanda di perlintasan, regulasi tentang perlintasan kereta api, siapa saja yang harus mentaati peraturan perkeretaapian, Sikap jika melewati perlintasan apakah sudah aman/belum, mematuhi/tidak regulasi tentang perlintasan serta Persepsi tentang: bahaya saat melintasi perlintasan KA
• Faktor Pendukung/Pemungkin (Enabling Factors), yaitu ketersediaan dan keterjangkauan suatu fasilitas oleh manusia itu sendiri, terwujud dalam keberadaan fasilitas, kemudahan untuk pengguna perlintasan saat melewati perlintasan dengan selamat. Variabel-variabelnya dalam studi ini adalah Ketersediaan alat penunjang: palang pintu perlintasan, sinyal/alarm, rambu, jalur, SDM: petugas palang pintu, Kondisi lingkungan: keadaan jalan, adanya PKL
• Faktor Pendorong (Reinforcing Factors) dalam hal ini berkaitan law enforcement dari pemerintah seperti Regulasi & Kebijakan
Secara analitik peneliti menggunakan rasionalisasi Green sebagai proses deduksi penelitian dengan berbagai pertimbangan sebagai berikut :
• Alasan pertama, sebagai “outcome” adalah perilaku seseorang yang diukur dengan perilaku memenuhi syarat atau baik. Green menerangkan dalam modelnya bahwa sebagai outcome adalah perilaku spesifik yang diharapkan yang dipengaruhi oleh faktor predisposing, enabling dan reinforcing.
• Alsan kedua, secara empiris menggunakan model Green dalam keselamatan kerja telah dilakukan oleh peneliti lain, dan terbukti mampu menjelaskan fenomena perilaku individu dalam hal keselamatan mereka bekerja (Journal of Occupational Medicine, 1987).
• Alasan ketiga, model ini mampu mengidentifikasi faktor – faktor yang berpengaruh dalam perilaku keselamatan (safety behaviours)
• Alasan keempat, hasil dari penelitian ini dapat di follow-up segera, karena secara spesifik variabel – variabel yang akan diintervensi dapat teridentifikasi secara jelas dan tepat, antara lain variabel pengetahuan pengguna perlintasan KA tentang Keselamatan Pengguna Perlintasan KA, variabel sosio – demografi pengguna perlintasan KA serta tersedianya informasi dari provider.
• Alasan kelima, ternyata model ini sangat operasional di lapangan dalam artian dapat diaplikasikan pada beragam populasi (pelajar, pasien, ibu rumah tangga, konsumen, tenaga kerja, dan ibu hamil), serta sangat sistematik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi-nya (dari penelitian – penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya).
• Alasan keenam, orientasi dari model ini ditekankan pada dampak yang dihasilkan pada suatu perilaku, sehingga dengan mudah dapat diidentifikasi variabel – variabel apa saja yang harus diintervensi untuk perubahan perilaku tersebut.
Mengingat bahwa faktor perilaku sangat dipengaruhi oleh faktor predisposing, enabling dan reinforcing, maka secara matematis model analisis Green adalah sebagai berikut:
Dimana: B = Behaviour
PF = Predisposing Factors
EF = Enabling Factors
RF = Reinforcing Factors
Berbicara tentang pengetahuan, pengetahuan pengguna perlintasan KA dalam menggunakan perlintasan KA yang baik dan aman mutlak dimiliki penggunanya mengingat bahaya yang bisa ditimbulkan, untuk itu pengguna perlintasan KA perlu tahu bahaya – bahaya yang dapat terjadi ketika melintasi lintasan KA. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Levine, bahwa pengetahuan dapat timbul sebagai akibat rasa takut akan sesuatu yang mungkin terjadi.
Faktor sosio – demografi, seperti jenis kelamin, status perkawinan, pendidikan, umur dan banyaknya tanggungan serta masa kerja suatu individu ternyata berkaitan dengan perilaku individu yang dikaitkan dengan produktivitas, walaupun penelitian mendalam perlu dilakukan (Robbins, 1996). Ada suatu keyakinan yang meluas bahwa perilaku seseorang seperti keterampilan, kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi seorang individu menurun seiring dengan bertambahnya umur (Robbins, 1996).
MOHSE archives
0 comments:
Posting Komentar